Nama : Ika
Woro Hardiyati
Npm :
1A111545
Kelas :
5 KA 32
Tugas :
Makalah kebudayaan suku Tengger ( Jawa Timur )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia adalah negera yang kaya
akan budaya. Terlahir sebagai negera agraris yang terdapat banyak kepulauan.
Sekitar 13.487 pulau yang ada dinegera ini. Sungguh Negara Indonesia adalah
Negara yang sangat membangga kan dari segi kebudayaan dan kekayaan alamnya akan
tetapi dalam segi ekonomi masih saja banyak rakyat Indonesia ini yang di bawah
garis kemiskinan. Sejarah Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa lainnya.
Kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting setidaknya sejak abad
ke-7, yaitu ketika Kerajaan Sriwijaya di Palembang menjalin
hubungan agama dan perdagangan dengan Tiongkok dan India. Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha telah
tumbuh pada awal abad Masehi, diikuti para pedagang yang membawa agama Islam, serta berbagai
kekuatan Eropa yang
saling bertempur untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Maluku semasa
era penjelajahan samudra. Setelah berada di bawahpenjajahan Belanda, Indonesia yang saat
itu bernama Hindia Belanda menyatakan kemerdekaannya di
akhir Perang Dunia II. Selanjutnya Indonesia mendapat
berbagai hambatan, ancaman dan tantangan dari bencana alam, korupsi,
separatisme, proses demokratisasi dan periode perubahan ekonomi yang pesat.
Dari Sabang sampai Merauke,
Indonesia terdiri dari berbagai Suku, bahasa dan agama yang berbeda. Suku Jawaadalah
grup etnis terbesar dan secara politis paling dominan. Semboyan nasional
Indonesia, "Bhinneka tunggal ika"("Berbeda-beda
tetapi tetap satu"), berarti keberagaman yang membentuk negara. Selain
memiliki populasi padat dan wilayah yang luas, Indonesia memiliki wilayah alam
yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati terbesar kedua
di dunia. Indonesia memiliki sekitar 300 kelompok etnis, tiap etnis memiliki
warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, dipengaruhi oleh kebudayaan
India, Arab, Cina, Eropa, dan termasuk kebudayaan sendiri yaitu Melayu. Contohnya
tarian Jawa dan Bali tradisional
memiliki aspek budaya dan mitologi Hindu, seperti wayang kulit yang
menampilkan kisah-kisah tentang kejadian mitologis Hindu Ramayana dan Baratayuda.
Banyak juga seni tari yang berisikan nilai-nilai Islam. Beberapa di
antaranya dapat ditemukan di daerah Sumatera seperti
tari Ratéb Meuseukatdan tari Seudati dari Aceh.
Seni pantun, gurindam,
dan sebagainya dari pelbagai daerah seperti pantun Melayu, dan pantun-pantun
lainnya acapkali dipergunakan dalam acara-acara tertentu yaitu perhelatan,
pentas seni, dan lain-lain.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa
itu Suku Tengger ?
2. Bagaimana
kehidupan Suku Tengger?
3. Bagaimana
aspek pendidikan Suku Tengger?
4. Bagaimana
sistem mata pencaharian suku tengger ?
5. Bagimana sistem religi atau upacara adat
suku tengger ?
6. Bagaimana adat – istiadat yang dilakukan
suku tengger ?
1.3 Tujuan
Dari
rumusan masalah ini, kita dapat mengetahui tujuannya untuk :
1. Mengetahui
sejarah dari suku tengger.
2. Mengetahui
kehidupan yang di alami masyarakat suku tengger
3. Mengetahui
aspek pendidikan masyarakat suku tengger
4. Mengetahui
mata pencaharian atau pekerjaan yang dilakukan masyarakat tengger.
5. Mengetahui kehiatan religi atau upacara yang
sering dilakukan masyarakat tengger.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Suku Tengger
Suku Tengger adalah Suku
pegunungan yang mendiami wilayah pegunungan semeru dan Bromo di Profinsi Jawa
Timur, yakni ; Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, Malang dan Lumajang, karena
daerah-daerah inilah wilayah pegunungan Bromo dan semeru. Suku ini sudah sejak lama mendiami sekitar
lereng pegunungan Bromo dan semeru.
2.2 Makna Tengger
Ada banyak makna yang dikandung dari kata
Tengger. Secara etimologis, Tengger berarti berdiri tegak, diam tanpa bergerak
(Jawa). Bila dihubungkan adat dan kepercayaan, arti Tengger adalah tengering
budi luhur.
Artinya tanda bahwa warganya memiliki budi
luhur. Makna lainnya adalah: daerah pegunungan. Tengger memang berada pada
lereng pegunungan Tengger dan Semeru. Ada pula pengaitan Tengger dengan mitos
masyarakat tentang suami istri cikal bakal penghuni wilayah Tengger, yakni Rara
Anteng dan Joko Seger.
Warga Tengger pada umumnya bermata pencaharian
sebagai petani sayuran. Kesuburan lahan di lereng-lereng perbukitan dengan
kemiringan yang terjal ini tidak terlepas dari kondisi pegunungan Tengger yang
berada di antara dua gunung yang masih aktif, Gunung Bromo dan Gunung Semeru.
Pertanian yang mereka hasilkan dijual keluar desanya dengan bantuan pengepul
yang yang datang dari Probolinggo, Pasuruan bahkan dari Surabaya datang untuk
membeli hasil pertanian dari peggunungan tengger. Selain bertani, ada sebagian
masyarakat Tengger yang berprofesi menjadi pemandu wisatawan di Bromo. Salah
satu cara yang digunakan adalah dengan menawarkan kuda yang mereka miliki untuk
disewakan kepada wisatawan.
2.3 Sejarah Suku tengger
Alkisah, zaman dahulu, ada seorang putri Raja
Brawijaya dengan Permaisuri Kerajaan Majapahit. Namanya Rara Anteng. Karena
situasi kerajaan memburuk, Rara Anteng mencari tempat hidup yang lebih aman dan
pergi ke Pegunungan Tengger.
Di Desa Krajan, ia singgah satu windu,
kemudian melanjutkan perjalanan ke Pananjakan. Ia menetap di Pananjakan dan
mulai bercocok tanam. Rara Anteng kemudian diangkat anak oleh Resi Dadap,
seorang pendeta yang bermukim di Pegunungan Bromo.
Sementara itu, Kediri juga kacau sebagai
akibat situasi politik di Majapahit. Joko Seger, putra seorang brahmana,
mengasingkan diri ke Desa Kedawung sambil mencari pamannya yang tinggal di
dekat Gunung Bromo.
Di desa ini, Joko Seger mendapatkan informasi
adanya orang-orang Majapahit yang menetap di Pananjakan. Joko Seger pun
melanjutkan perjalanannya sampai Pananjakan. Joko Seger tersesat dan bertemu
Rara Anteng yang segera mengajaknya ke kediamannya. Sesampai di kediamannya,
Rara Anteng dituduh telah berbuat serong dengan Joko Seger oleh para
pinisepuhnya. Joko Seger membela Rara Anteng dan menyatakan hal itu tidak
benar, kemudian melamar gadis itu. Lamaran diterima. Resi Dadap Putih
mengesahkan perkawinan mereka.
Sewindu sudah perkawinan itu namun tak juga
mereka dikaruniai anak. Mereka bertapa 6 tahun dan setiap tahun berganti arah.
Sang Hyang Widi Wasa menanggapi semedi mereka. Dari puncak Gunung Bromo keluar
semburan cahaya yang kemudian menyusup ke dalam jiwa Rara Anteng dan Joko
Seger. Ada pawisik mereka akan dikaruniai anak, namun anak terakhir harus
dikorbankan di kawah Gunung Bromo. Pasangan ini dikarunia 25 anak sesuai
permohonan mereka, karena wilayah Tengger penduduknya sangat sedikit. Putra
terakhir bernama R Kusuma. Bertahun-tahun kemudian Gunung Bromo mengeluarkan
semburan api sebagai tanda janji harus ditepati. Suami istri itu tak rela
mengorbankan anak bungsu mereka. R Kusuma kemudian disembunyikan di sekitar
Desa Ngadas. Namun semburan api itu sampai juga di Ngadas. R Kusuma lantas
pergi ke kawah Gunung Bromo.
Dari kawah terdengar suara R Kusuma supaya
saudara-saudaranya hidup rukun. Ia rela berkorban sebagai wakil
saudara-saudaranya dan masyarakat setempat. Ia berpesan, setiap tanggal 14
Kesada, minta upeti hasil bumi. Cerita lain menunjukkan saudara-saudara R
Kusuma menjadi penjaga tempat-tempat lain. Kini banyak wisatawan yang datang ke
Bromo pada saat upacara berlangsung. Upacara itu terkenal dengan nama Kesada.
Pada upacara Kesada, salah satu bagiannya adalah, dukun selalu meriwayatkan
kisah Joko Seger – Rara Anteng.
2.4 Upacara Adat Suku
Tengger
Gambar 1. Upacara Adat Suku Tengger
Suku Tengger kaya akan
kepercayaan dan upacara adat, diantaranya ialah:
·
Upacara Adat Karo :
Dilakukan pada bulan Puso, yang merupakan hari raya terbesar masyarakat
Tengger, tujuan penyelenggaraan upacara karo adalah Mengadakan pemujaan
terhadap Sang Hyang Widi Wasa dan menghormati leluhurnya, memperingati asal
usul manusia, untuk kembali pada kesucian.
·
Upacara Pujan Kapat :
Jatuh pada bulan keempat menurut tahun saka, bertujuan untuk memohon berkah
keselamatan serta selamat kiblat, yaitu pemujaan terhadap arah mata angin.
·
Upacara Pujan Kawolu :
Jatuh pada bulan kedelapan tahun saka. Masyarakat mengirimkan sesaji ke kepala
desa, dengan tujuan untuk keselamatan bumi, air, api, angin, matahari, bulan
dan bintang.
·
Upacara Pujan Kasanga :
Jatuh pada bulan sembilan tahun saka. Masyarakat berkeliling desa dengan
membunyikan kentongan dengan membawa obor. Tujuan upacara ini adalah memohon
kepada Sang Hyang Widi Wasa untuk keselamatan Masyarakat Tengger.
·
Upacara Pujan Kasada :
Upacara ini disebut juga sebagai Hari Raya Kurban. Biasanya lima hari sebelum upacara
Yadnya Kasada.
·
Upacara Bari’an : Upacara
ini dilakukan setelah terjadi bencana alam, dilaksanakan 5-7 hari setelah
bencana itu terjadi. Upacara Bari’an juga dilaksanakan sebagai wujud ungkapan
syukur kepada Sang Hyang Widi.
·
Upacara Unan-unan : Diadakan
hanya setiap lima tahun sekali. Tujuannya untuk melalukakan penghormatan
terhadap Roh Leluhur. Dalam upacara ini selalu diadakan penyembelihan binatang
ternak yaitu Kerbau. Kepala Kerbau dan kulitnya diletakkan diatas ancak besar
yang terbuat dari bambu, diarak ke sanggar pamujan.
·
Upacara Entas-entas :
Dimaksudkan untuk menyucikan arwah (roh) orang yang telah meninggal dunia
supaya orang tersebut masuk surga, dilakukan pada hari ke 1000 setelah orang
tersebut meninggal.
2.5 Adat Istiadat pada
Suku Tengger
1. Tata Cara Bertamu
Masyarakat tengger pada umumnya, apabila
bertamu mereka tidak berada diruang tamu pada umumnya melainkan di dapur.hal
ini disebabkan oleh dinginnya suhu udara yang sangat menyengat. Sehingga,
mereka cenderung berada didekat perapian yang letaknya di dapur untuk menghangatkan
badan. Dan suguhan khasnya adalah Jagung Bakar.dan kebiasaan ini telah ada
sejak zaman dahulu hingga melekat sampai saat ini.
2. Organisasi Masyarakat Suku Tengger
Meskipun masyarakat suku tengger dikenal
sebagai suku yang kental akan tradisi, masyarakat suku tengger juga tergabung
dalam suatu organisasi sebagai alat komunikasi bagi mereka. Para pemuda –
pemudinya sudah tergabung dalam organisasi seperti: Karang Taruna, kesenian
dll. Orang tuapun demikian, misalnya seperti PKK.
Ada pula organisasi keagamaan contohnya tiga organisasi yang
akan melaksanakan kegiatan secara bersamaan, yaitu Majelis Parisada Hindu
Dharma Indonesia (PHDI) melaksanakan Mahasabah (Sidang Besar) ke IX. Pada saat
yang sama juga dilaksanakan Musyawarah Nasional Wanita Hindu Dharma yang ke III
dan perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (Prada). Diungkapnya, tujuan dari
mahasabah adalah pergantian pengurus, merumuskan program kerja lima tahun
kedepan, dan membuat rekomendasi – rekomendasi yang diperlukan oleh sebuah
organiasasi.
3. Bahasa
Masyarakat suku tengger merupakan keturunan
dari Roro anteng dan Joko seger. Roro Anteng yang masih keturunan bangsawan
majapahit dan menganut agama Hindu-Budha majapahit. Saat majapahit mulai
menurun kekuasaannya dan daerah Jawa sudah mulai dikuasai oleh Islam Roro
Anteng melarikan diri menuju daerah Tengger hingga ia menikah dengan Joko
Seger. Rara Anteng sebagai keturunan bangsawan majapahit ia menggunakan bahasa
Jawa (kuno) atau biasa disebut bahasa jawa majapahit sebagai alat komunikasi.
Hingga saat ini bahasa tersebut tidak pernah punah karena selalu digunakan
sebagai bahasa komunikasi sehari-hari. Contoh bahasa kuno “sira kate nyang
endhi?” artinya: anda akan kemana?
3. Pakaian khas
Masyarakat suku tengger memiliki cirri khas,
yaitu sarung sebagai pelengkap dalam berbusana. Laki – laki maupun perempuan,
mereka tidak lepas dari sarung sebagai cirri khas. Semua itu bermula dari
dinginnya cuaca wilayah tengger sehingga mereka menggunakan sarung, yang
berawal dari orang tua mereka yang memakai sarung, sehingga mereka meniru
kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua mereka. Masyarakat suku tengger yang
akan membuat KTP, mereka berfoto dengan menggunakan pakaian adat sebagai foto
KTP. Mereka juga berpakaian mirip dengan suku Hindu Bali, yang menggunakan
selendang kuning sebagai pelengkap, karena suku bali pada umumnya satu –
kesatuan dengan mereka (suku tengger), yaitu bangsawan majapahit yang melarikan
diri untuk mempertahankan adat – istiadat, serta kepercayaan mereka.
Gambar 2. Pakaian Khas Suku Tengger
5. Makanan khas
Aneka jenis makanan khas tengger, seperti Aron
(nasi jagung), sate kepel, urap – urap dan wilus. Makanan khas malam hari
biasanya lebih enak dimakan pada malam hari karena cuaca yang sangat
dingin.minuman pelengkapnya adalah kopi atau anggur yang memiliki kadar alcohol
yang sangat rendah.
6. Kepercayaan Masyarakat Tengger
Menurut kosmologi konsep kepercayaan
Masyarakat suku tengger gunung bromo berbentuk tengah atau pelabuhan untuk
sistim kepercayaan rakyat. Pada zaman dahulu semua bangunan dan sanggar tengger
dibangun menghadap gunung bromo. Dukun akan melakukan selamatan menghadap
gununga bromo. Walaupun saat ini orang yang meninggal dunia dikuburkan
menghadap selatan, berbeda dari pada orang yang lain jawa. Selanjutnya dukun
melakukan selamtan menghadap gunung bromo atau keselatan. Semua hal di atas
bisa dijelaskan oleh kosmologi tengger pada zaman dahulu. Orang tengger percaya
bahwa dengan daerahnya mereka mendapat nama dari legenda kasada yang
diceritakan di atas. Dua peran dalam legenda tersebut dianggap cikal bakal orang
Tengger, Yaitu ‘Rara Ateng’ dan ‘Joko Seger’. Nama Tengger dari keduanya
disebut ‘teng’ dari ‘Rara Ateng’ dan ‘ger’ dari ‘Joko Seger’.kata tengger
menjadi istilah untuk ‘orang gunung’ dalam bahasa Jawa Kuno. Pada waktu agama
Hindu-Budha menguasai pulau Jawa terutama kerjaan Majapahit, daerah Tengger
dianggap sebagai tempat sacral. Daerahnya digunakan untuk tempat semedi dan
selamatan terhadap ‘Dewa Api’ yaitu ‘Dewa Brama’. Gunung Bromo juga dapat
namanya dari ‘Dewa Brama’. Tidak hanya Gunung Bromo yang berhubungan dengan
kepercayaan Hindu-Budha dari India di daerah Tengger. Kedua Laut Pasir bersama
Gunung Mahameru berhubungan dengan kepercayaan Hindu. Dalam wejangan Jawa Kuno
yang bernama ‘Prastha Nikaparwa’ ada laut pasir si saerah gunung-gunung Himalaya
yang harus dilewati oleh para Pandusa, juga ada di Gunung Meru. Maka
si9mbolisme di gunung ini memang kuat. Gunung mahameru mendapat nama dari
‘Gunung Meru’. Dalam keprcayaan orang Hindu menganggap ‘Gunung Meru’ sebagai
rumah para dewa hubungannya diantara manusia (bumi) dan Kayangan. Pada waktu
itu Agama Islam menguasai Pulau Jawa, dan kerajaan majapahit turun pada abad
16. Kebanyakan orang Hindu-Budha di Jawa melarikan diri sampai pulau Bali.
Betapapun orang yang tidak bisa berjalan ke Bali pindah ke daerah
bergunung-gunung Tengger. Orang Tengger sampai saat ini masih beragama Hindu
dan mereka memegang teguh agamanya meskipun banyak sekali pendatang dari luar
daerah Tengger, bahkan dari manca Negara sekalipun yang datang untuk menikmati
keindahan panoramanya, atau menetap di daerah tersebut untuk menjadi penduduk
dan bertempat tinggal disana.
2.6 Mata Pencaharian
Masyarakat Suku Tengger
Pada masa kini masyarakat Tengger umumnya hidup sebagai
petani di ladang. Prinsip mereka adalah tidak mau menjual tanah (ladang) mereka
pada orang lain. Macam hasil pertaniannya adalah kentang, kubis, wortel,
tembakau, dan jagung. Jagung adalah makanan pokok suku Tengger. Selain bertani,
ada sebagian masyarakat Tengger yang berprofesi menjadi pemandu wisatawan di
Bromo. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan menawarkan kuda yang mereka
miliki untuk disewakan kepada wisatawan.
2.7 Aspek Pendidikan
Masyarakat Suku Tengger
Dalam aspek pendidikan, pada masyarakat tengger sudah telihat
semakin maju dengan dibangunnya sekolah-sekolah. Kepedulian masyarakat dalam
aspek pendidikan juga sudah mulai terlihat Di desa Ngadisari. Di desa ini,
masyarakat dilarang menikah sebelum lulus SMA. Sehingga masyarakat dituntut
untuk lulus SMA terlebih dahulu sebelum ia menikah. Bagi masyarkat yang sudah
putus sekolah maupun yang belum pernah mengeyam pendidikan, mereka di beri kesmpatan
untuk mengikuti pendidikan gratis di desa tersebut. Aturan ini di buat
oleh kepala desa yang statusnya memang seorang sarjana sehingga ia lebih peduli
terhadap pendidikan pada masyarakat di desa tersebut. Dan hal ini menjadi
factor pendorong tersendiri yang dapat berpengaruh terhadap perubahan social
pada masyarakat tengger dalam aspek pendidikan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Jadi dari paparan sebelumnya dapat saya
simpulkan bahwa Pewaris budaya Etnografi masyarakat suku Tengger di Gunung
Bromo adalah proses pewarisan watak khas atau etos, akal serta pikiran suku
Tengger yang mendiami suatu daerah terhadap generasi penerusnya yang sudah
terkait dengan hal yang sering kali dilakukan sehingga menjadi suatu kebiasaan
atau tradisi yang tidak terpisahkan masyarakat suku tengger yang mendiami
daerah di Gunung Bromo disekitar empat kabupaten di Jawa Timur, yaitu:
Probolinggo, Malang, Lumajang, dan Pasuruan.
3.2
Saran
Berdasarkan uraian yang telah saya sampaikan saya berharap agar
pembaca lebih banyak memahami Pewarisan Budaya Etnografi Masyarakat Tengger Di
Gunung Bromo. Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari
itu, saya mengharapkan kritik maupun saran dari pembaca. Dan saya meminta maaf
apabila dari uraian ini banyak kekeliruan baik dari segi tulisan maupun
ceritanya.
Daftar Pustaka