Jumat, 19 Oktober 2012

Kebudayaan Suku Tengger


Nama  : Ika Woro Hardiyati
Npm    : 1A111545
Kelas   : 5 KA 32
Tugas : Makalah kebudayaan suku Tengger ( Jawa Timur )

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Indonesia adalah negera yang kaya akan budaya. Terlahir sebagai negera agraris yang terdapat banyak kepulauan. Sekitar 13.487 pulau yang ada dinegera ini. Sungguh Negara Indonesia adalah Negara yang sangat membangga kan dari segi kebudayaan dan kekayaan alamnya akan tetapi dalam segi ekonomi masih saja banyak rakyat Indonesia ini yang di bawah garis kemiskinan. Sejarah Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa lainnya. Kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting setidaknya sejak abad ke-7, yaitu ketika Kerajaan Sriwijaya di Palembang menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan Tiongkok dan India. Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha telah tumbuh pada awal abad Masehi, diikuti para pedagang yang membawa agama Islam, serta berbagai kekuatan Eropa yang saling bertempur untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Maluku semasa era penjelajahan samudra. Setelah berada di bawahpenjajahan Belanda, Indonesia yang saat itu bernama Hindia Belanda menyatakan kemerdekaannya di akhir Perang Dunia II. Selanjutnya Indonesia mendapat berbagai hambatan, ancaman dan tantangan dari bencana alam, korupsi, separatisme, proses demokratisasi dan periode perubahan ekonomi yang pesat.
Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia terdiri dari berbagai Suku, bahasa dan agama yang berbeda. Suku Jawaadalah grup etnis terbesar dan secara politis paling dominan. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka tunggal ika"("Berbeda-beda tetapi tetap satu"), berarti keberagaman yang membentuk negara. Selain memiliki populasi padat dan wilayah yang luas, Indonesia memiliki wilayah alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia. Indonesia memiliki sekitar 300 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, dipengaruhi oleh kebudayaan India, Arab, Cina, Eropa, dan termasuk kebudayaan sendiri yaitu Melayu. Contohnya tarian Jawa dan Bali tradisional memiliki aspek budaya dan mitologi Hindu, seperti wayang kulit yang menampilkan kisah-kisah tentang kejadian mitologis Hindu Ramayana dan Baratayuda. Banyak juga seni tari yang berisikan nilai-nilai Islam. Beberapa di antaranya dapat ditemukan di daerah Sumatera seperti tari Ratéb Meuseukatdan tari Seudati dari Aceh.
Seni pantungurindam, dan sebagainya dari pelbagai daerah seperti pantun Melayu, dan pantun-pantun lainnya acapkali dipergunakan dalam acara-acara tertentu yaitu perhelatan, pentas seni, dan lain-lain.



1.2  Rumusan Masalah

1.      Apa itu Suku Tengger ?
2.      Bagaimana kehidupan Suku Tengger?
3.      Bagaimana aspek pendidikan Suku Tengger?
4.      Bagaimana sistem mata pencaharian suku tengger ?
5.      Bagimana sistem religi atau upacara adat suku tengger ?
6.      Bagaimana adat – istiadat yang dilakukan suku tengger ?

1.3  Tujuan

Dari rumusan masalah ini, kita dapat mengetahui tujuannya untuk :

1.   Mengetahui sejarah dari suku tengger.
2.   Mengetahui kehidupan yang di alami masyarakat suku tengger
3.   Mengetahui aspek pendidikan masyarakat suku tengger
4.   Mengetahui mata pencaharian atau pekerjaan yang dilakukan masyarakat tengger.
5.   Mengetahui kehiatan religi atau upacara yang sering dilakukan masyarakat tengger.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Suku Tengger

Suku Tengger adalah Suku pegunungan yang mendiami wilayah pegunungan semeru dan Bromo di Profinsi Jawa Timur, yakni ; Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, Malang dan Lumajang, karena daerah-daerah inilah wilayah pegunungan Bromo dan semeru. Suku ini sudah sejak lama mendiami sekitar lereng pegunungan Bromo dan semeru.

2.2 Makna Tengger

Ada banyak makna yang dikandung dari kata Tengger. Secara etimologis, Tengger berarti berdiri tegak, diam tanpa bergerak (Jawa). Bila dihubungkan adat dan kepercayaan, arti Tengger adalah tengering budi luhur.
Artinya tanda bahwa warganya memiliki budi luhur. Makna lainnya adalah: daerah pegunungan. Tengger memang berada pada lereng pegunungan Tengger dan Semeru. Ada pula pengaitan Tengger dengan mitos masyarakat tentang suami istri cikal bakal penghuni wilayah Tengger, yakni Rara Anteng dan Joko Seger.
Warga Tengger pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani sayuran. Kesuburan lahan di lereng-lereng perbukitan dengan kemiringan yang terjal ini tidak terlepas dari kondisi pegunungan Tengger yang berada di antara dua gunung yang masih aktif, Gunung Bromo dan Gunung Semeru. Pertanian yang mereka hasilkan dijual keluar desanya dengan bantuan pengepul yang yang datang dari Probolinggo, Pasuruan bahkan dari Surabaya datang untuk membeli hasil pertanian dari peggunungan tengger. Selain bertani, ada sebagian masyarakat Tengger yang berprofesi menjadi pemandu wisatawan di Bromo. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan menawarkan kuda yang mereka miliki untuk disewakan kepada wisatawan.

2.3 Sejarah Suku tengger

Alkisah, zaman dahulu, ada seorang putri Raja Brawijaya dengan Permaisuri Kerajaan Majapahit. Namanya Rara Anteng. Karena situasi kerajaan memburuk, Rara Anteng mencari tempat hidup yang lebih aman dan pergi ke Pegunungan Tengger.
Di Desa Krajan, ia singgah satu windu, kemudian melanjutkan perjalanan ke Pananjakan. Ia menetap di Pananjakan dan mulai bercocok tanam. Rara Anteng kemudian diangkat anak oleh Resi Dadap, seorang pendeta yang bermukim di Pegunungan Bromo.
Sementara itu, Kediri juga kacau sebagai akibat situasi politik di Majapahit. Joko Seger, putra seorang brahmana, mengasingkan diri ke Desa Kedawung sambil mencari pamannya yang tinggal di dekat Gunung Bromo.
Di desa ini, Joko Seger mendapatkan informasi adanya orang-orang Majapahit yang menetap di Pananjakan. Joko Seger pun melanjutkan perjalanannya sampai Pananjakan. Joko Seger tersesat dan bertemu Rara Anteng yang segera mengajaknya ke kediamannya. Sesampai di kediamannya, Rara Anteng dituduh telah berbuat serong dengan Joko Seger oleh para pinisepuhnya. Joko Seger membela Rara Anteng dan menyatakan hal itu tidak benar, kemudian melamar gadis itu. Lamaran diterima. Resi Dadap Putih mengesahkan perkawinan mereka.
Sewindu sudah perkawinan itu namun tak juga mereka dikaruniai anak. Mereka bertapa 6 tahun dan setiap tahun berganti arah. Sang Hyang Widi Wasa menanggapi semedi mereka. Dari puncak Gunung Bromo keluar semburan cahaya yang kemudian menyusup ke dalam jiwa Rara Anteng dan Joko Seger. Ada pawisik mereka akan dikaruniai anak, namun anak terakhir harus dikorbankan di kawah Gunung Bromo. Pasangan ini dikarunia 25 anak sesuai permohonan mereka, karena wilayah Tengger penduduknya sangat sedikit. Putra terakhir bernama R Kusuma. Bertahun-tahun kemudian Gunung Bromo mengeluarkan semburan api sebagai tanda janji harus ditepati. Suami istri itu tak rela mengorbankan anak bungsu mereka. R Kusuma kemudian disembunyikan di sekitar Desa Ngadas. Namun semburan api itu sampai juga di Ngadas. R Kusuma lantas pergi ke kawah Gunung Bromo.
Dari kawah terdengar suara R Kusuma supaya saudara-saudaranya hidup rukun. Ia rela berkorban sebagai wakil saudara-saudaranya dan masyarakat setempat. Ia berpesan, setiap tanggal 14 Kesada, minta upeti hasil bumi. Cerita lain menunjukkan saudara-saudara R Kusuma menjadi penjaga tempat-tempat lain. Kini banyak wisatawan yang datang ke Bromo pada saat upacara berlangsung. Upacara itu terkenal dengan nama Kesada. Pada upacara Kesada, salah satu bagiannya adalah, dukun selalu meriwayatkan kisah Joko Seger – Rara Anteng.

2.4 Upacara Adat Suku Tengger

tengger1.jpg
Gambar 1. Upacara Adat Suku Tengger

Suku Tengger kaya akan kepercayaan dan upacara adat, diantaranya ialah:
·         Upacara Adat Karo : Dilakukan pada bulan Puso, yang merupakan hari raya terbesar masyarakat Tengger, tujuan penyelenggaraan upacara karo adalah Mengadakan pemujaan terhadap Sang Hyang Widi Wasa dan menghormati leluhurnya, memperingati asal usul manusia, untuk kembali pada kesucian.
·         Upacara Pujan Kapat : Jatuh pada bulan keempat menurut tahun saka, bertujuan untuk memohon berkah keselamatan serta selamat kiblat, yaitu pemujaan terhadap arah mata angin.
·         Upacara Pujan Kawolu : Jatuh pada bulan kedelapan tahun saka. Masyarakat mengirimkan sesaji ke kepala desa, dengan tujuan untuk keselamatan bumi, air, api, angin, matahari, bulan dan bintang.
·         Upacara Pujan Kasanga : Jatuh pada bulan sembilan tahun saka. Masyarakat berkeliling desa dengan membunyikan kentongan dengan membawa obor. Tujuan upacara ini adalah memohon kepada Sang Hyang Widi Wasa untuk keselamatan Masyarakat Tengger.
·         Upacara Pujan Kasada : Upacara ini disebut juga sebagai Hari Raya Kurban. Biasanya lima hari sebelum upacara Yadnya Kasada.
·         Upacara Bari’an : Upacara ini dilakukan setelah terjadi bencana alam, dilaksanakan 5-7 hari setelah bencana itu terjadi. Upacara Bari’an juga dilaksanakan sebagai wujud ungkapan syukur kepada Sang Hyang Widi.
·         Upacara Unan-unan : Diadakan hanya setiap lima tahun sekali. Tujuannya untuk melalukakan penghormatan terhadap Roh Leluhur. Dalam upacara ini selalu diadakan penyembelihan binatang ternak yaitu Kerbau. Kepala Kerbau dan kulitnya diletakkan diatas ancak besar yang terbuat dari bambu, diarak ke sanggar pamujan.
·         Upacara Entas-entas : Dimaksudkan untuk menyucikan arwah (roh) orang yang telah meninggal dunia supaya orang tersebut masuk surga, dilakukan pada hari ke 1000 setelah orang tersebut meninggal.

2.5 Adat Istiadat pada Suku Tengger

1.      Tata Cara Bertamu
Masyarakat tengger pada umumnya, apabila bertamu mereka tidak berada diruang tamu pada umumnya melainkan di dapur.hal ini disebabkan oleh dinginnya suhu udara yang sangat menyengat. Sehingga, mereka cenderung berada didekat perapian yang letaknya di dapur untuk menghangatkan badan. Dan suguhan khasnya adalah Jagung Bakar.dan kebiasaan ini telah ada sejak zaman dahulu hingga melekat sampai saat ini.

2.      Organisasi Masyarakat Suku Tengger
Meskipun masyarakat suku tengger dikenal sebagai suku yang kental akan tradisi, masyarakat suku tengger juga tergabung dalam suatu organisasi sebagai alat komunikasi bagi mereka. Para pemuda – pemudinya sudah tergabung dalam organisasi seperti: Karang Taruna, kesenian dll. Orang tuapun demikian, misalnya seperti PKK.
Ada pula organisasi keagamaan contohnya tiga organisasi yang akan melaksanakan kegiatan secara bersamaan, yaitu Majelis Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) melaksanakan Mahasabah (Sidang Besar) ke IX. Pada saat yang sama juga dilaksanakan Musyawarah Nasional Wanita Hindu Dharma yang ke III dan perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (Prada). Diungkapnya, tujuan dari mahasabah adalah pergantian pengurus, merumuskan program kerja lima tahun kedepan, dan membuat rekomendasi – rekomendasi yang diperlukan oleh sebuah organiasasi.

3. Bahasa
Masyarakat suku tengger merupakan keturunan dari Roro anteng dan Joko seger. Roro Anteng yang masih keturunan bangsawan majapahit dan menganut agama Hindu-Budha majapahit. Saat majapahit mulai menurun kekuasaannya dan daerah Jawa sudah mulai dikuasai oleh Islam Roro Anteng melarikan diri menuju daerah Tengger hingga ia menikah dengan Joko Seger. Rara Anteng sebagai keturunan bangsawan majapahit ia menggunakan bahasa Jawa (kuno) atau biasa disebut bahasa jawa majapahit sebagai alat komunikasi. Hingga saat ini bahasa tersebut tidak pernah punah karena selalu digunakan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari. Contoh bahasa kuno “sira kate nyang endhi?” artinya: anda akan kemana?

3.      Pakaian khas
Masyarakat suku tengger memiliki cirri khas, yaitu sarung sebagai pelengkap dalam berbusana. Laki – laki maupun perempuan, mereka tidak lepas dari sarung sebagai cirri khas. Semua itu bermula dari dinginnya cuaca wilayah tengger sehingga mereka menggunakan sarung, yang berawal dari orang tua mereka yang memakai sarung, sehingga mereka meniru kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua mereka. Masyarakat suku tengger yang akan membuat KTP, mereka berfoto dengan menggunakan pakaian adat sebagai foto KTP. Mereka juga berpakaian mirip dengan suku Hindu Bali, yang menggunakan selendang kuning sebagai pelengkap, karena suku bali pada umumnya satu – kesatuan dengan mereka (suku tengger), yaitu bangsawan majapahit yang melarikan diri untuk mempertahankan adat – istiadat, serta kepercayaan mereka.

tengger2.jpg
Gambar 2. Pakaian Khas Suku Tengger

5. Makanan khas
Aneka jenis makanan khas tengger, seperti Aron (nasi jagung), sate kepel, urap – urap dan wilus. Makanan khas malam hari biasanya lebih enak dimakan pada malam hari karena cuaca yang sangat dingin.minuman pelengkapnya adalah kopi atau anggur yang memiliki kadar alcohol yang sangat rendah.

6. Kepercayaan Masyarakat Tengger
Menurut kosmologi konsep kepercayaan Masyarakat suku tengger gunung bromo berbentuk tengah atau pelabuhan untuk sistim kepercayaan rakyat. Pada zaman dahulu semua bangunan dan sanggar tengger dibangun menghadap gunung bromo. Dukun akan melakukan selamatan menghadap gununga bromo. Walaupun saat ini orang yang meninggal dunia dikuburkan menghadap selatan, berbeda dari pada orang yang lain jawa. Selanjutnya dukun melakukan selamtan menghadap gunung bromo atau keselatan. Semua hal di atas bisa dijelaskan oleh kosmologi tengger pada zaman dahulu. Orang tengger percaya bahwa dengan daerahnya mereka mendapat nama dari legenda kasada yang diceritakan di atas. Dua peran dalam legenda tersebut dianggap cikal bakal orang Tengger, Yaitu ‘Rara Ateng’ dan ‘Joko Seger’. Nama Tengger dari keduanya disebut ‘teng’ dari ‘Rara Ateng’ dan ‘ger’ dari ‘Joko Seger’.kata tengger menjadi istilah untuk ‘orang gunung’ dalam bahasa Jawa Kuno. Pada waktu agama Hindu-Budha menguasai pulau Jawa terutama kerjaan Majapahit, daerah Tengger dianggap sebagai tempat sacral. Daerahnya digunakan untuk tempat semedi dan selamatan terhadap ‘Dewa Api’ yaitu ‘Dewa Brama’. Gunung Bromo juga dapat namanya dari ‘Dewa Brama’. Tidak hanya Gunung Bromo yang berhubungan dengan kepercayaan Hindu-Budha dari India di daerah Tengger. Kedua Laut Pasir bersama Gunung Mahameru berhubungan dengan kepercayaan Hindu. Dalam wejangan Jawa Kuno yang bernama ‘Prastha Nikaparwa’ ada laut pasir si saerah gunung-gunung Himalaya yang harus dilewati oleh para Pandusa, juga ada di Gunung Meru. Maka si9mbolisme di gunung ini memang kuat. Gunung mahameru mendapat nama dari ‘Gunung Meru’. Dalam keprcayaan orang Hindu menganggap ‘Gunung Meru’ sebagai rumah para dewa hubungannya diantara manusia (bumi) dan Kayangan. Pada waktu itu Agama Islam menguasai Pulau Jawa, dan kerajaan majapahit turun pada abad 16. Kebanyakan orang Hindu-Budha di Jawa melarikan diri sampai pulau Bali. Betapapun orang yang tidak bisa berjalan ke Bali pindah ke daerah bergunung-gunung Tengger. Orang Tengger sampai saat ini masih beragama Hindu dan mereka memegang teguh agamanya meskipun banyak sekali pendatang dari luar daerah Tengger, bahkan dari manca Negara sekalipun yang datang untuk menikmati keindahan panoramanya, atau menetap di daerah tersebut untuk menjadi penduduk dan bertempat tinggal disana.

2.6 Mata Pencaharian Masyarakat Suku Tengger

Pada masa kini masyarakat Tengger umumnya hidup sebagai petani di ladang. Prinsip mereka adalah tidak mau menjual tanah (ladang) mereka pada orang lain. Macam hasil pertaniannya adalah kentang, kubis, wortel, tembakau, dan jagung. Jagung adalah makanan pokok suku Tengger. Selain bertani, ada sebagian masyarakat Tengger yang berprofesi menjadi pemandu wisatawan di Bromo. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan menawarkan kuda yang mereka miliki untuk disewakan kepada wisatawan.

2.7 Aspek Pendidikan Masyarakat Suku Tengger

Dalam aspek pendidikan, pada masyarakat tengger sudah telihat semakin maju dengan dibangunnya sekolah-sekolah. Kepedulian masyarakat dalam aspek pendidikan juga sudah mulai terlihat Di desa Ngadisari. Di desa ini, masyarakat dilarang menikah sebelum lulus SMA. Sehingga masyarakat dituntut untuk lulus SMA terlebih dahulu sebelum ia menikah. Bagi masyarkat yang sudah putus sekolah maupun yang belum pernah mengeyam pendidikan, mereka di beri kesmpatan untuk mengikuti pendidikan gratis di desa tersebut.  Aturan ini di buat oleh kepala desa yang statusnya memang seorang sarjana sehingga ia lebih peduli terhadap pendidikan pada masyarakat di desa tersebut. Dan hal ini menjadi factor pendorong tersendiri yang dapat berpengaruh terhadap perubahan social pada masyarakat tengger dalam aspek pendidikan.


BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Jadi dari paparan sebelumnya dapat saya simpulkan bahwa Pewaris budaya Etnografi masyarakat suku Tengger di Gunung Bromo adalah proses pewarisan watak khas atau etos, akal serta pikiran suku Tengger yang mendiami suatu daerah terhadap generasi penerusnya yang sudah terkait dengan hal yang sering kali dilakukan sehingga menjadi suatu kebiasaan atau tradisi yang tidak terpisahkan masyarakat suku tengger yang mendiami daerah di Gunung Bromo disekitar empat kabupaten di Jawa Timur, yaitu: Probolinggo, Malang, Lumajang, dan Pasuruan.

3.2 Saran

Berdasarkan uraian yang telah saya sampaikan saya berharap agar pembaca lebih banyak memahami Pewarisan Budaya Etnografi Masyarakat Tengger Di Gunung Bromo. Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu, saya mengharapkan kritik maupun saran dari pembaca. Dan saya meminta maaf apabila dari uraian ini banyak kekeliruan baik dari segi tulisan maupun ceritanya.


Daftar Pustaka